Sabtu, 25 Agustus 2018

#CeritaWibawaMukti - Di Seberang Jalan

Saat ini di tulis mungkin sudah hari terakhir dari gue kerja jadi SPG. Yes, ini cerita tentang hari terakhir gue sebagai SPG. Jujur, tendenciesnya tinggi karena Indonesia main di Wibawa Mukti. Gile vroh di bela-belain ngantre dari jam 7 pagi demi nonton Indonesia lawan UAE. As the citizens, gue juga bangga Indonesia jadi tuan rumah Asian Games. Cuma bukan poin ini yang ingin di jelaskan di blog ini. 

Gue di jalan menawarkan produk sambil lalu lalang dan berkenalan banyak sekali orang. Ya, SPG-SPG dari tempat lain. Bahkan gue sering dikasi hadiah dari Superviser sebelah booth gue. Ga tau namanya siapa, he is so humble person and nice person. Bahkan di hari ini gue dikasi flashdisk. Baik amat sangat bapak SPV satu ini. 

Tibalah jam sholat magrib, disaat itu gue melihat ribuan bahkan puluhan ribu orang berhamburan di booth gue. Tetapi gue juga melihat banyak yang mondar mandir musholla darurat sampe full. Yang menarik dari kejadian ini ada SPB dari booth Alf*m*rt yang juga adalah sponsor. Gue melihat mereka berbaris di seberang jalan booth gue. Berdiri seperti membentuk formasi. Yang membuat gue takjub mereka sholat di jalan karena mengalah demi kepentingan pengunjung (disini supporter) yang ingin beribadah. Disini gue sedikit tertegur karena sometimes gue suka malas doa dan bersaat teduh karena kalau tidak ketiduran ya untuk masalah disiplin waktu khusus hal ini termasuk yang parah banget (I hope my mom not read this). Karena seringkali (bukan gue aja), kita suka memberi waktu "sisaan" untuk Tuhan, bukan?

Mengingat pemandangan di seberang jalan tersebut, gue teringat lagu favorit almarhum Kakek gue dari pihak Mama.
Ya Tuhan, tiap jam ‘ku memerlukanMu,Engkaulah yang memb’ri sejahtera penuh.Setiap jam, ya Tuhan, Dikau kuperlukan;‘ku datang, Jurus’lamat; berkatilah!
Lagu ini menggambarkan sebuah kenyataan bahwa manusia tidak pernah bisa benar-benar lepas dari Tuhan. Bahwa manusia ini makhluk yang tidak berdaya tanpa Tuhan. Karena pada dasarnya Tuhan adalah pusat dari segala kehidupan. Juga seharusnya semua tindakan kita pusatnya itu ke Tuhan dan pekerjaan kita adalah bentuk pelayanan kita di dunia kepada Tuhan.

Mungkin terdengar klise tetapi itu benar. Sesulit apapun pekerjaan kita jika fokus kita ke Tuhan pasti bisa di jalani dengan sukacita meski penuh air mata. Disaat kondisi tersulit kita di pekerjaan tersebut disitulah kita bisa semakin mengandalkan Tuhan.

So, this is the part of #CeritaWibawaMukti. Be Grateful and blessed.

Selasa, 21 Agustus 2018

Kesederhanaan Kasih

DISCLAIMER: Topik ini menyerempet ke arah rohani.

Jadi tanggal 18 Agustus 2018, gue bantuin temen gue di gereja untuk ngedokum. Gue jadi bagian dari pemuda GKI Cikarang selama gue berkuliah di Cikarang. Iya gue bantu ngedokum acara nikah salah satu anak pemuda yang adalah anak Pendeta. Jadi datanglah gue ke tempat mereka kebaktian di GBI Bethany. Iya, pake gedungnya GBI. 

Gue melihat pernikahan ini khidmad sekali. Jauh dari kata mewah dan glamor seperti orang Chinese kebanyakan (iya kebetulan Chinese). Disini gue bukan bikin stereotype orang Chinese glamor yah. Cuma kebanyakan kan begitu. Gue ngedokum selama kebaktian berlangsung. Gue melihat pernikahan ini tidak "WAH" seperti pernikahan orang-orang. Acaranya sangat sederhana tapi kekudusannya sangat dijunjung tinggi sehingga gue merasakannya saat gue membidik dengan lensa. 

Pendeta yang memberkati (salah satu pendeta yang jadi pembimbing sidi gue), ia mengambil ayat ini 1 Korintus 13:13

"Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu IMAN, PENGHARAPAN, dan KASIH, dan yang paling besar diantaranya adalah KASIH"

atau versi terjemahan bahasa Inggrisnya (NET)
"And now these three remain: faith, hope, and love. But the greatest of these is love"

KASIH


Pengalaman tentang kasih sendiri gue rasakan saat (pada hari itu) mereka berdua berhadapan dengan orang tua masing-masing. Mereka berlutut dan memeluk orangtua mereka. Disini gue merasakan rasa kasih dan ikatan yang kuat antar orangtua dan anak juga suami dan istri. Rasa sedih dan bahagia menjadi satu. Gue melihat dari sorot mata orang tua kedua mempelai. Gue merasakan kasih yang amat sangat besar diantara mereka. Bahkan gue di balik lensa terharu juga nahan air mata.
Gue kecipratan merasakan kasih diantara mereka.

Arti kasih bisa di lihat di 1 Korintus 13 : 1 - 13. Itu sudah komplit dijelaskan apa itu kasih. Bahkan dijelaskan bahwa kasih adalah yang tertinggi dari semuanya. Kita bisa mengasihi karena Tuhan terlebih dahulu mengasihi kita. Bahkan soal kasih, sering mendapat quotes seperti ini

"Love never fails"

Love disini artinya KASIH. Kasih tidak pernah gagal. I mean it. Selama gue mengalami roller coaster dalam hidup gue. Cuma kasih yang bisa merubah orang. Gue rasain itu sendiri ketika gue udah kelas-kelas akhir katekisasi. Awal orangtua gue tau gue pindah, Mama gue setuju, Babeh meragukan, adek gue kelihatan tidak setuju. Selama 2 bulan katekisasi gue seperti dibukakan tentang 3 hal ini, Iman, Pengharapan, dan Kasih. Terlebih lagi kasih.

Gue belajar mengasihi orang tua gue. Jujur sulit karena gue dan ortu sering slek (masih suka sekarang juga). Tapi gak tau kenapa proses ini berjalan gue merasakan perubahan untuk diri gue juga dari ortu gue juga. Bahkan gue sekarang melihat biar masih suka slek masih bisa damai dengan cepat. Soal sidi pun mereka medukung pada akhirnya. 

Kasih itu sederhana tapi berdampak besar

Sesuai topik yang gue tulis, kesederhanaan kasih. Gue merasakan kesederhanaan di dalam kasih itu sendiri. Minggu setelah pernikahan itu, gue kepaksa ke gereja dekat kos-kosan gue karena gue buru-buru harus jaga shift SPG.

Saat itu gue pergi ke gereja dekat kos-kosan. Bangunan gerejanya di sebuah ruko. Adalah hal lumrah gereja itu ruko jika di Cikarang. Rukonya kecil dan sangat jauh dari kata megah. Sungguh sederhana. Gue di sambut oleh pendeta yang jauh dari kata kaya seperti Pendeta gereja karismatik kebanyakan (kebetulan gue kebaktian di karismatik). Beliau berkemeja batik sederhana. Ia menceritakan tentang dirinya dan gereja tersebut. Sederhana. Jauh dari kata mewah. Umatnya pun sedikit. Bisa dihitung dengan jari.

Ibu gembalanya pun berpakaian sangat sederhana tetapi sopan. Jauh dari notabene istri pendeta yang glamor. She is cancer survival. Mata gue dibukakan saat mendengar kesaksian mereka. Terdapat kasih yang amat besar di dalam kesederhanaan. Sang pendeta sempat berhenti melayani sebagai pendeta demi bisa mengurusi istrinya yang sakit. Tetapi sang Istri terus mengajak sang pendeta untuk kembali melayani. Disitu gue merasakan kasih antar mereka berdua yang sangat amat besar. Tidak hanya itu kasih mereka pun mereka bagi-bagikan ke jemaat-jemaat mereka. Gue terkagum melihat mereka semua dan menyadarkan gue bahwa kasih adalah hal sederhana dan membuat dampak yang besar.